Sudah
satu minggu Aldi tinggal bersama kami, perlahan ia mulai terbiasa
dengan kehidupannya yang baru, aku dan suamiku juga meresa sangat senang
sekali karena semenjak kehadirannya kehidupan kami menjadi lebih
berwarna, suamiku semakin bersemangat saat bekerja dan sedangkan aku
kini memiliki kesibukan baru yaitu merawat Aldi,
“Bi…. tolong ambilin tasnya Aldi dong di kamar saya,” kataku memanggil bi Mar
Hari
ini adalah hari pertama Aldi bersekolah sehingga aku sangat bersemangat
sekali, setelah semuanya sudah beres aku meminta pak Rojak untuk
mengantarkan Aldi ke sekolahnya yang baru, beberapa saat Aldi terseyum
ke arahku sebelum dia berangkat ke sekolah. Seperti pada umumnya ibu
rumah tangga, aku berencana menyiapkan makanan yang special untuk Aldi
sehingga aku memutuskan untuk memasak sesuatu di dapur, tetapi saat aku
melangkah ke dapur tiba-tiba kakiku terasa kaku saat melihat kehadiran
pak Isa yang sedang melakukan hubungan intim dengan mba Ani, mereka yang
tidak menyadari kehadiranku masih asyik dengan permainan mereka,
“Hmm…
APA-APAAN INI?” bentakku ke pada mereka, mendengar suaraku mereka
terlihat tanpak kaget melihat ke hadiranku, “kalian benar-benar tidak
bermoral, memalukan sekali!”
Mereka
tanpak terdiam sambil merapikan kembali pakaian mereka masing-masing,
beberapa saat aku melihat penis pak Isa yang terlihat masih sangat
tegang, sebenarnya aku sangat terkejut melihat ukuran penis pak Isa yang
besar dan berurat, berbeda sekali dengan suamiku,
“maafin kami Bu,” kini Ani membuka mulutnya, sedangkan pak Isa masih terdiam,
“Maaf…
kamu benar-benar wanita murahan, kamu tahu kan pak Isa itu sudah punya
istri kenapa kamu masih juga menggoda pak Isa, kamu itu cantik kenapa
tidak mencari yang sebaya denganmu?” emosiku semakin memuncak saat
mengingat bi Mar istri dari pak Isa, “saya tidak menyangka ternyata anda
yang sangat saya hormati ternyata tidak lebih dari binatang, betapa
teganya anda menghianati istri anda sendiri,” beberapa kali aku
menggelengkan kepalahku, sambil menunjuk ke arahnya,
“maaf Bu ini semua salah saya, jangan salahkan Ani” kata pak Mar yang membela Ani,
“mulai sekarang kalian saya PECAT, dan jangan perna menyentuh ataupun menginjak rumah ini, KELUAR KALIAN SEMUA!!” bentakku
Mendengar
perkataanku Ani terlihat pucat tidak menyangkah kalau kelakuan bisa
membuatnya kehilangan pekerjaan, sedangkan pak Isa terlihat
tenang-tenang saja malahan pak Isa tanpak terseyum sinis,
“he..he…
Ibu yakin dengan keputusan Ibu,” pak Isa tertawa mendengar perkataanku,
perlahan pak Isa mendekatiku, “jangan perna main-main dengan saya Bu,”
ancamnya dengan sangat sigap pak Isa menangkap kedua tanganku,
“apa-apaan
ini lepaskan saya, atau saya akan berteriak,” aku mencoba mengancam
balik mereka yang sedang mencoba mengikat kedua tanganku,
“teriak saja Bu, tidak akan ada orang yang mendengar,” timpal Ani sambil membantu pak Isa mengikat kedua tanganku,
Apa yang di katakan Ani ada benarnya
juga, tetapi walaupun begitu aku tidak mau menyerah begitu saja dengan
susah paya aku berusaha melepaskan diri tapi sayangnya tenagaku kalah
besar dari mereka berdua, tanpa bisa berbuat apa-apa aku hanya dapat
mengikuti mereka saat membawaku ke dalam kamar pak Isa. Sesampai di
kamar aku di tidurkan di atas kasur yang tipis, sedangkan Ani mengambil
sebuah Hp dan ternyata Hp itu di gunakan untuk merekamku, sehingga
kehawatiranku semakin menjadi-jadi.
“kalian biadab, tidak tau terimakasih
****** kalian!” air mataku tidak dapat kubendung lagi saat jari-jemari
pak Isa mulai merabahi pahaku yang putih,
“ja-jangan, mau apa kalian lepaskan saya ku mohon jangan ganggu saya,” kataku di sela-sela isak tangis,
“siapa
suruh ikut campur urusan saya, he…he… maaf bu ternyata hari ini adalah
hari keberuntungan saya, dan hari yang sil bagi Ibu,” semakin lama aku
merasa tangannya semakin dalam memasuki dasterku,
“tidak di sangkah impian saya akhirnya terkabul juga,”” sambungnya sambil meremasi paha bagian dalamku,
“makanya Bu jangan suka ikut campur urusan orang,” kini giliran Ani yang menceramahiku,
“ya,
saya ngaku salah tolong lepasin saya,” kini aku hanya dapat memohon
agar mereka sedikit iba melihatku, tetapi sayangnya apa yang kuharapkan
tidak terjadi, pak Isa tanpa semakin buas memainkan diriku
Aku
hanya dapat melihat pasrah saat dasterku terlepas dari tubuhku, kedua
payudaraku yang memang sudah tidak tertutupi apa-apa lagi dapat dia
nikmati, jari-jarinya yang kasar mulai memainkan selangkanganku,
“sslluupss…sslluuppss…
hhmm…. ayo Bu puaskan saya?” pinta pak Isa, sambil mengulum payudaraku
beberapa kali lidahnya menyapu putting susuku yang mulai mengeras,
“ko’ memiawnya basah bu, he…he…” memang harus diakui, tubuhku tidak dapat membohonginya walaupun bibirku berkata tidak,
“wa…wa…
Ibukan sudah punya suami ko’ masih juga menggoda laki orang lain, ga
malu ya Bu,” Ani melotottiku seolah-olah ingin membalas perkataanku
tadi, “dasar wanita munafik, sekarang Ibu tau kan kenapa saya menyukai
pak Isa,”bentak Ani kepadaku, sehingga membuat hatiku terasa amat sakit
mendengarnya,
“aahhkk…
pak, hhmm…. pak sudah jangan di terusin…” kataku dengan kaki yang tidak
dapat diam saat jarinya menyelusup kedalam vaginaku yang sudah banjir,
perlahan kurasakan jari telunjuknya menyelusuri belahan vaginaku,
“oo…
enak ya? he…he…” pa Isa tertawa melihatku yang sudah semakin
terangsang, leherku terasa basah saat lidah pak Isa menjilati leherku
yang jenjang,
Dengan sangat kasarnya pak Isa menarik
celana dalamku, sehingga vaginaku yang tidak di tumbuhi rambut
sehelaipun terlihat olehnya, aku memang sangat rajin mencukur rambut
vaginaku agar terlihat lebih bersi dan seksi.
Ani
berjongkok di sela-sela kakiku, kamera Hp di arahkan persis di depan
vaginaku yang kini sudah tidak ditutupi oleh sehelai kain, tanpa
memikirkan perasaanku pak Isa membuka bibir vaginaku sehingga bagian
dalam vaginaku dapat di rekam jelas oleh Ani, beberapa kali jari
telunjuk pak Isa menggesek clitorisku,
“ohk
pak plisss.. jangan…? saya malu…” aku merasa sangat malu sekali di
perlakukan seperti itu, baru kali ini aku bertelanjang di depan orang
lain bukan suamiku sendiri,
“Ha…ha…
malu kenapa Bu? ****** aja tidak malu ga pake baju masa ibu malu si…”
katanya yang semakin merendahkan derajatku, setelah puas mempertontonkan
vaginaku di depan kamera, pak Isa bertukar posisi dengan Ani untuk
memegangi kakiku sedangkan pak Isa berjongkok tepat di bawa vaginaku,
Dengan
sangat lembut pak Isa menciumi pahaku kiri dan kanan secara bergantian,
semakin lama jilatannya semakin ke atas menyentuh pinggiran vaginaku,
“aahkk… sudah pak, rasanya sangat geli
hhmm…” aku berusaha sekuat tenaga mengatupkan kedua kakiku tetapi
usahaku sia-sia saja, dengan sangat rakus pak Isa menjilati vaginaku
yang berwarna pink, sedangkan Ani tanpa puas melihat ke adaanku yang tak
berdaya,
“nikmatin aja Bu, he..he.. saya dulu
sama seperti ibu selalu menolak tapi ujung-ujungnya malah ketagihan”
kata Ani tanpa melepaskan pegangannya terhadap kakiku,
Semakin lama aku semakin tidak tahan,
tiba-tiba aku merasa tubuhku seperti di aliri listrik dengan tegangan
yang tinggi, kalau seandainya Ani tidak memegang kakiku dengan sangat
erat mungkin saat ini wajah pak Isa sudah menerima tendanganku, mataku
terbelalak saat orgasme melandah tubuhku dengan sangat hebat, cairan
vaginaku meleleh keluar dari dalam vaginaku, sehingga tubuhku terasa
lemas,
“ha…ha… bagaimana Bu, mau yang lebih
enak….” pak Isa tertawa puas, aku hanya dapat menggelengkan kepalaku
karena aku sudah tidak mampu lagi untuk mengeluarkan suara dari mulutku,
perlahan pak Isa berdiri sambil memposisikan penisnya tepat di depan
vaginaku,
“aahkk… sakit…” aku memikik saat
kepala penisnya menerobos liang vaginaku, “uuhk… hhmm… pelan-pelan pak…”
pintaku sambil menarik napas menahan rasa sakit yang amat sangat di
vaginaku karena ukuran penis pak Isa jauh lebih besar dari penis
suamiku,
“tahan Bu, bentar lagi juga enak ko’ “
kata Ani yang kini melepaskan ikatan di tanganku, setelah ikatanku
terlepas Ani kembali merekam adegan panas yang kulakukan,
Dengan
sangat cepat pak Isa menyodok vaginaku sehingga terdengar suara
“plokkss….ploskkss…” saat penisnya mentok ke dalam vaginaku yang mungil,
“aahhkk… aahhkk… aaahh… oooo…”semakin cepat sodokannya suaraku semakin lantang terdengar,
“oh
yeeaa… enak Bu, hhmm… ternyata memiaw Ibu masih sempit sekali walaupun
sudah perna menikah,” katanya memujiku, tetapi mendengar pujiannya aku
tidak merasa bangga melainkan aku meresa jijik terhadap diriku sendiri,
Aku
merasa vaginaku seperti di masuki benda yang sangat besar yang mencoba
mengorek isi dalam vaginaku, rasanya memang sangat sakit sekali tetapi
di sisi lain aku merasa sangat menikamati perkosaan rehadap diriku,
selama ini aku belum perna merasakan hal seperti ini dari suamiku
sendiri,
“ayo sayang, bilang kalau tongkol saya enak…” dengan sangat kasar pak Isa meremasi kedua payudaraku,
“ti-tidak…. ahk… hhmm…” aku di buat merem melek olehnya,
“ha..ha.. kamu mau jujur atau tidak,
kalau tidak hhmm… saya akan adukan semua ini kepada suamimu, ha…ha…”
katanya mengancamku dengan tawa yang sangat menjijikan,
“ja-jangan pak,” aku memohon ke
padanya, karena takut dengan ancamannya akhirnya aku menyerah juga “iya,
aahhkk… aku suka…” kataku dengan suara yang hampir tidak terdengar,
“APA… SAYA TIDAAK MENDENGAR?” pak Isa
berteriak dengan sangat kencang sehingga gendang telingaku terasa mau
pecah mendengar teriakannya,
“IYA PAK, ENAK SEKALI SAYA SUKA SAMA
tongkol BAPAK….aahhk…uuhhkk!!” dengan sekuat tenaga aku berusaha tegar
dan berharap semuanya cepat berlalu,
Setelah berapa menit kemudian tubuhku
kembali merasa tersengat oleh aliran listrik saat aku kembali mengalami
orgasme yang ke dua kalinya,
Dengan
sangat kasarnya pak Isa menarik tubuhku sehingga aku berposisi
menungging, pantatku yang bulat dan padat menghadap dirinya,
“hhmm… indah sekali pantatmu sayang” katanya sambil meremasi bongkahan pantatku,
“pak, saya mohon cepat lakukan,”
“ha..ha..
kenapa Bu, sudah ga tahan” berkali-kali pantatku menerima pukulan
darinya, sebenarnya aku tidak menyangka dengan kata-kataku tadi bisa
membuatku semakin renda di mata mereka, sebenarnya aku hanya bermaksud
agar semua permainan ini segera berakhir tapi sayangnya pak Isa tidak
menginginkan itu,
“tenang Bu, santai saja dulu?”
Pak
Isa sangat pintar memainkan tubuhku, dengan sangat lembut jari kasarnya
menyelusuri belahan pantatku dari atas hingga ke bawah belahan
vagianaku, gerakan itu di lakukan berkali-kali sehingga pantatku semakin
terlihat membusung ke belakang,
“ohhkk…
pak, hhhmm….” ku pejamkan mataku saat jarinya mulai menerobos lubang
anusku, dengan gerakan yang sangat lembut jarinya keluar masuk dari
dalam anusku, “ahhkk….ooo… ssstt…uuuuu… pak” ternyata rintihanku membuat
pak Isa semakin mempercepat gerakan jarinya,
pak
Isa dengan rakusnya kembali menjilati vaginaku dari belakang sedangkan
jari-jarinya masih aktif mengocok anusku. Pada saat aku sangat
terangsang tiba-tiba kami mendengar suara ketukan yang kuyakini itu
adalah pak Rojak yang baru pulang dari mengantar Aldi,
“Pak Rojak tolongin saya…” kataku
berharap ia bisa membantuku untuk lepas dari pelecehan yang ku alami,
dengan santainya Ani membukakan pintu tanpa rasa takut kalau pak Rojak
mengadukan kejadian ini ke pada suamiku, pak Rojak tanpak kaget saat
melihat keadaanku yang sedang di gagahi oleh pak Isa,
“pak, tolong ku mohon,” kataku memelas,
“Wa…wa….
apa-apaan ini, “ beberapa kali pak Rojak menggelengkan kepalahnya
dengan mata yang tak henti-hentinya memandangi tubuh mulusku,
“Udah
pak, jangan sok mau jadi pahlawan kalau bapak mau embat aja, dia sudah
menjadi budaknya saya,” pak Isa mulai membujuk pak Rojak dan aku hanya
bisa berharap pak Rojak tidak memperdulikan tawaran pak Isa,
“kenapa bengong? sini ikutan!” ajaknya lagi
“jangan
pak saya mohon tolongin saya,” aku mengiba ke pada pak Rojak, tetapi
pak Isa tidak mau kalah kedua jarinya membuka bibir vaginaku,
“bapak liat ni, memiawnya sudah basa banget… wanita ini munafik” pak Rojak terdiam seperti ada yang sedang di piirkannya,
“memiawnya
masih sempit lo, apa lagi anusnya kayaknya masih perawan,” bujuk pak
Isa berharap pak Rojak mau bergabung dengannya untuk menikmati tubuhku,
Akhirnya pak Rojak tidak tahan melihat vaginaku yang becek terpampang di depannya,
“hhmm…
oke lah tapi boolnya buat saya ya, ” tubuhku semakin terasa lemas, kini
aku sudah tidak tau harus meminta tolong ke pada siapa lagi, perlahan
pak Rojak mendekatiku,
“sekarang
Ibu dudukin tongkol saya, cepat…” perintah pa Isa sambil tidur
telentang dengan penis yang mengancung ke atas, dengan sangat pelan aku
menuduki penis pak Isa,
“eennnggkk….
“ aku menggigit bibir bawahku saat kepala penis pak Isa kembali
menembus vaginaku, perlahan penis itu amblas ke dalam vaginaku, dengan
sangat erat pak Isa memeluk pinggangku agar tidak dapat bergerak,
Setelah
melepas semua pakaian yang ada di tubuhnya, pak Rojak mendekatiku
dengan penis berada di depan anusku beberapa kali pak rojak menamparkan
penisnya ke pantatku,
“pak sakit… aahhkk… aahkk… ja-jangan
pak saya belum pernah” aku berusaha melepaskan diri saat pak Rojak mulai
berusaha memasuki anusku, sempat beberapa kali ia gagal meembus anusku
yang memang masih perawan,
“ha…ha… ayo dong Pak, masak kalah sama
cewek si…” kata pak Isa mmemanas-manasi pak Rojak agar segera membobol
anusku, pak rojak yang mendengar perkataan pak Isa menjadi lebih
beringas dari sebelumnya,
“AAAAAA….” aku berteriak
sekencang-kencangnya saat penis pa Rojak berhasil menerobos anusku,
tanpa memberikan aku nafas ia menekan penisnya semakin dalam, “aahkk….
oohhkk… pak, hhmm…” aku merintih ke sakitan saat pak Rojak mulai memaju
mundurkan penisnya di dalam anusku,
“gi mana pak? Enak kan?” tanya pak Isa yang kini ikutan memaju mundurkan penisnya di dalam vaginaku,
“eehhkknngg… mantab pak, enak banget he….he… hhmm….” semakin lama kedua pria tersebut semakin mempercepat tempo permainan kami,
Sudah beberapa menit berlalu kedua
orang pria ini belum juga menunjukan kalau mereka ingin ejakulasi,
sedangkan diriku sedah beberapa kali mengalami orgasme yang hebat
sehingga tubuhku terasa terguncang oleh orgasmeku sendiri. Setelah
beberapa menit aku mengalami orgasme tiba-tiba pak Isa menunjukan bahwa
dia juga ingin mencapai klimaks. Dengan sekuat tenaga pak Isa semakin
menenggelamkan penisnya ke dalam vaginaku dalam hitungan beberapa detik
kurasakan cairan hangat membasahi rahimku,
“aahkk… enak…. hhmm…” gumamnya saat
menyemburkan sperma terakhirnya, setelah puas menodaiku pak Isa melepas
penisnya di dalam vaginaku begitu juga dengan pak Rojak yang melepaskan
penisnya di dalam anusku,
“buka mulutmu cepetan,” perintah pak
Rojak sambil menarik wajahku agar menghadap ke arah penisnya yang
terlihat berdeyut-deyut, aku sangat kaget sekali saat pak Rojak
memuntahkan spermanya ke arah wajahku, sehingga wajahku ternodai oleh
sperma pak Rojak,
Kini aku benar-benar sudah tidak
memiliki tenaga sedikitpun, untuk mengangkat tubuhku saja terasa sangat
berat sekali, sedangkan mereka tanpa puas memandangku yang sedang
berpose mengangkang di depan mereka karena kedua kakiku kembali
dipegangi Ani, sperma yang tadi di muntahkan pak Isa terasa mengalir
keluar dari dalam vaginaku,
********
Aku
duduk di atas sofa sambil melihat anak angkatku Aldi yang sedang di
temani suamiku belajar, wajah mereka terlihat sangat cerah sekali
bertanda bahwa mereka sangat bahagia, entah kenapa tiba-tiba di
pikiranku terlintas kembali apa yang terjadi tadi pagi yang menimpa
diriku, semakin aku berusaha melupakannya rasanya ingatan itu semakin
menghantuiku, aku tidak bisa membayangkan kalau sampai suamiku
mengetahui kalau aku di perkosa oleh ketiga pembantuku sendiri,
“hhmm…
gi mana Aldi sudah negerti belom” kataku sambil mengucek rambutnya yang
sedang sibuk menghitung soal yang di berikan suamiku, “ya sudah kalau
begitu mama bikinin minuman dulu ya, buat kalian,” kataku yang di sambut
dengan teriakan mereka berdua,
Baru satu langkah aku keluar dari kamar tiba-tiba pergelangan tanganku terasa sakit saat pak Rojak menarik tanganku,
“bapak apaan sih!?” bentakku dengan suara yang sangat pelan,
“ssstt… jangan berisik…” kata pak
Rojak dengan jari telunjuk di bibirnya, “nanti suami dan anak mu dengar,
hhmm… bapak cuman mau ini Bu,” katanya lagi sambil mencubit payudaraku,
dengan sigap aku mundur ke belakang,
“jangan main-main pak,” beberapa kali
aku memandang pintu kamarku yang tidak tertutup rapat, tetapi pak Rojak
tidak kehabisan akal dia balik mengancamku dengan mengatakan akan
membongkar semua rahasiaku ke pada suamiku, sehingga nyaliku menjadi
ciut,
“oke,
hhmm… kalau begitu bapak ikut saya” kataku dengan suara yang bergetar,
karena sudah tidak tahu lagi harus melakukan apa, dia terseyum puas
melihatku tak berdaya dengan permintaanya,
“maaf
Bu, saya inginnya di sini bukan di tempat lain,” katanya dengan suara
yang cukup jelas, setelah berkata seperti itu pak Rojak langsung
memelukku dengan erat sehingga aku sulit bernafas, “hhmm… bauh tubuh ibu
benar-benar menggoda saya,” perlahanku rasakan lidahnya menjulur ke
leherku
“pak ku mohon, jangan di sini” pintaku ke padanya,
Pak Rojak yang mengerti kekhawatiranku langsung membalik tubuhku menghadap daun pintu kamarku yang sedikit terbuka,
“Ibu
bisa bayangkan kalau sampai orang yang sedang di dalam kamar Ibu
mengetahui apa yang sedang Ibu lakukan,” ancamnya sambil menarik
rambutku sehingga aku harus menutup mulutku dengan telapak tanganku agar
suara terikanku tidak terdengar oleh suami dan anakku,
“Pak
ku mohon jangan di sini,” aku hanya bisa menurut saja saat pak Rojak
menyuruhku untuk menungging dengan tangan yang menyentuh lantai,
sedangkan wajahku menghadap ke celah pintu kamarku yang terbuka,
“tahan
ya Bu,” katanya sambil menyingkap dasterku, sehingga celana dalamku
yang berwarna hitam terpampang di depan matanya, dengan sangat kasar pak
Rojak meremas kedua buah pantatku yang padat sehingga aku tak tahan
untuk tidak mendesah,
“aahkk.. pak hhmm.. ja-jangan di sini
pak,” pak Rojak diam saja tidak mendengar kata-kataku melainkan pak
Rojak semakin membuatku terangsang dengan mengelus belahan vaginaku dari
belakang,
“kalau kamu tidak mau ketahuan jangan bicara,” bentak pak Rojak sambil memukul pantatku
“ta-tapi pak, oohhkk… aku ga kuat,” kataku dengan suara yang sangat pelan, “ku mohon pak mengertilah,”
Pak Rojak seolah-olah tidak mau tahu,
kini dengan rakusnya pak Rojak menjilati vaginaku yang masih tertutup
celana dalamku, sehingga aku merasa celana dalamku tampak semakin basah
oleh air liurnya. Setelah puas menciumi vaginaku pak Rojak memintaku
untuk membuka celana dalamku sendiri masih dengan posisi menungging.
Sangat sulit bagiku untuk melepaskan celana dalamku dengan posisi
menungging belum lagi aku harus bekonsentrasi agar suaraku tidak keluar
dengan keras walaupun pada akhirnya aku berhasil menurunkan celana
dalamku sampai ke lutut,
“hhuuu…
mantab….” katanya sambil merabahi vaginaku dari belakang, “kamu mau
tahukan gimana rasanya ngent*t di depan suamimu sendiri,” katanya lagi
sambil menunjuk ke arah suamiku yang sedang mengajari anaku Aldi,
“pak,
ja-jangan…” aku sangat takut sekali kalau suamiku melihat ke arahku,
tiba-tiba aku di kejutkan dengan jari telunjuk pak Rojak yang langsung
memasuki vaginaku sehingga aku terpekik cukup keras,
“sayang… ada apa?” kata suamiku dari dalam, saat mendengar suaraku.
“aahkk…
tidak pa, cuman hhmm.. tadi ada tikus lewat,” jawabku asal-asalan agar
suamiku tidak curiga ke padaku, tetapi untungnya suamiku tidak melihat
ke arahku, dalam ke adaan terjepit seperti ini pak Rojak masih asyik
mempermainkan vaginaku dari belakang,
“ada tikus??” katanya lagi seolah-olah
tidak percaya, “apa perlu papa yang usir,” mendengar tawarannya nafasku
teras berhenti tetapi untungnya aku masih banyak akal,
“aahhgg… ga usah hhmm.. pa…” kataku
terputus-putus menahan rasa nikmat yang di berikan pak Rojak kepadaku,
untungnya suamiku tidak curiga dengan suaraku,
“asyikan Bu, ngobrol dengan suami
sambil di mainin memiawnya,” aku memandangnya dengan wajah yang memerah
karena nafsuku sudah di puncak, “ko’ diam cepat ajak suami Ibu ngobrol,”
mendengar perkataanya aku langsung melotot ke arahnya, “Ibu mau kalau
suami Ibu tau apa yang sekarang Ibu lakuin,” mendengar ancamannya aku
kembali terdiam,
Dengan sangat terpaksa aku kembali
mengajak suamiku mengobrol, walaupun di dalam hati aku merasa was-was
takut kalau suamiku menyadari suaraku yang berubah menjadi desahan,
“paaa… ma-mau minum apa?” tanyaku yang
kini sedang diperkosa oleh pak Rojak, tanpa kusadari pak Rojak sudah
memposisikan penisnya di depan ibir vaginaku sehingga beberapa kali aku
terpanjat saat pak rojak menghantamkan penisnya dengan sangat keras ke
dalam vaginaku,
“terserah mama saja… papa sama Aldi ikut aja,”
“iya ma, apa aja asalkan enak,” sambung Aldi,
Waktu
demi waktu telah berlalu sehingga sampai akhirnya sikapku berubah
menjadi sedikit liar dan mulai menyukai cara pak Rojak memperkosaku
walaupun pada awalnya hatiku terasa miris sekali di perlakukan seperti
ini,
“aahk….
pak hhmm.. enak,” aku melenggu panjang saat orgasme melandahku, kini
perkosaan yang ku alami berganti dengan perselingkuhanku dengan
pembantuku,
“ohhk… memiaw istri majikan ternyata enak sekali, ahhkk…” katanya yang terus-terusan menggoyang penisnya di dalam vaginaku,
“pak… aahhkk… eehkk… aku, hhmm… ingin keluarrr, uuhhkk…” kali ini suaraku terdengar sangat manja
Beberapa
menit kemudian kami mengerang bersamaan saat kenikmatan melanda kami
berdua, setelah merasa puas aku dan pak Rojak kembali merapikan pakaian
kami masing-masing, sebelum pak Rojak pergi meninggalkanku sempat
terlihat seyumannya yang tersungging di bibirnya. Setelah membuatkan
minuman aku kembali ke kamarku menemui anak dan suamiku, mereka terlihat
tanpak senang sekali melihatku hadir dengan membawa minuman dan makanan
kecil,
“ini
di minum dulu, nanti baru di lanjutin lagi,” kataku sambil meletakan
cangkir dan piring di atas meja kecil yang di gunakan Aldi untuk
belajar,
“makasi
mama…” kata Aldi yang langsung saja menyambar minuman yang baru ku
bikin, entah kenapa setiap kali melihat Aldi hatiku terasa menjadi
damai, dan semua masalah seperti terlupakan,
Aku
merasa sedikit aneh, saat suamiku memandangku dengan tatapan
mencurigakan sehingga aku memberanikan diri untuk bertanya ke padanya,
“ada pa, ko memandang mama seperti itu” kataku sambil mengupas jeruk untuk Aldi yang sedang menulis,
suamiku mendekatkan mulutnya ke
telingaku, “hhmm.. sayang ko’ kamu bau hhmm… gitulah…” mendengar
pertanyaannya jantungku terasa berhenti,
“bau, bau apa pa?” tanyaku untuk memastikan apa maksud dari pertanyaan suamiku,
“kamu tadi ko’ lama ma,” kami terdiam
beberapa saat, “mama abis dari kamar mandi ya, hhmmm… papa jadi curiga
ni,” katanya sambil tertawa memandangku, mendengar perkataanya aku
menjadi sedikit lega,
“Iya ni pa, abis kangen si…” kataku manja sambil mencubit penis suamiku,
Setelah yakin Aldi tertidur pulas,
suamiku mengajakku untuk melayaninya semalaman suntuk. Tubuhku memang
terasa lelah karena seharian harus mengalami orgasme, tetapi di sisi
lain aku sangat senang karena suamiku tidak mencurigai aku karena bau
tubuhku seperti bau orang yang habis bercinta.
Hampir
tiap hari aku merengkuh kenikmatan bersama para pembantuku, kenikmatan
yang tidak aku dapatkan dari suamiku yang membuat aku semakin liar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar