Ben dengan nafsu yang besar mencium dan melumat bibir Rere, pelajar
berusia 16 tahun yang sangat popular yang disekap di dalam villanya.
Tangannya menjamah seluruh permukaan tubuh Rere tanpa sedikitpun
terlewatkan. Buah dada Rere yang ranum sekarang sedang dilumat
habis-habisan oleh Ben yang seakan takut kedua benda itu akan habis atau
menghilang. Seperti tidak mengenal hari esok, Ben memuaskan nafsu
biologisnya tanpa lelah sedikitpun. Semenjak 3 hari yang lalu dia
berhasil membawa –atau tepatnya menculik– Rere dari sekolahnya.
Semenjak 3 hari yang lalu pula nafsu seks Ben menjadi sangat tinggi
dan selalu disalurkan kepada tawanannya itu. Segala jenis posisi yang
dari dulu selalu ingin dicobanya sekarang terpenuhi sudah semenjak Rere
‘menemani hari-hari’nya. Ben selalu mencoba menginginkan gaya baru
setiap kali sehabis bercinta dengan Rere yang Ben tahu Rere tidak bisa
menikmati.
Ben merasa bosan dengan segala penolakan Rere setiap kali dia coba
mencumbunya. Selalu menangis dan memohon untuk dilepaskan. Sudah
berkali-kali Ben menegaskan pada Rere bahwa apa yang dikatakannya
beberapa hari lalu itu sudah keputusan dan tekad finalnya. Dia akan
‘menyimpan’ Rere sampai batas waktu yang tidak tertentu. Tetapi dari
semua kejadian-kejadian yang tidak menyenangkan buat Ben,
jeritan-jeritan dan rintihan-rintihan Rere di ranjang seolah
membangunkan monster besar dalam dirinya gembira dan semakin bernafsu
untuk menambah bumbu-bumbu percintaannya menjadi tinggi. Monster ini
selalu menggeliat setiap mendengar Rere menjerit dan menangis setiap
kali tuannya mencumbunya.
Permainan kasar tidak bisa dielakkan dalam tiap percintaan mereka.
Meskipun Ben selalu menginginkan respon yang baik dari Rere. Dia ingin
sekali mendapatkan permainan ‘dua arah’ setiap dia berusaha mencumbu
Rere. Ataupun sekedar membalas ciumannya. Ben tahu Rere selalu mencari
cara untuk menolak atau menggagalkan rencananya. Tetapi rupanya
ancaman-ancaman dan gertakan dinginnya selalu membuat Rere ciut.
Permainan kali ini Ben sudah siap menerima semua penolakan Rere. Toh
dia juga menikmati manakala Rere menjerit, menangis dan merintih
kesakitan karena penetrasi kering. Tetapi, ketika dia mulai menjamah
tubuh tawanannya, di luar dugaan Ben, Rere seperti berubah. Sekarang dia
menikmati semua ciuman-ciumannya. Ben sungguh terpana ketika kedua
lengan Rere merangkul lehernya. Ada monster lain yang bangkit dalam
tubuh Ben. Monster baru yang lebih lembut dan penuh perasaan yang
meluluhkan dan membuat Ben secara lembut mencium bibir Rere. Dia
merasakan bibir lembut Rere beradu dengan bibirnya. Lidah Rere pun
sekarang menjalar pelan di dinding-dinding mulutnya. Membuat nafsunya
menjadi tinggi.
“Udah berubah ya…? tumben sekarang gak nolak lagi?” Ben berbisik pelan
kepada Rere. Rere pun melepaskan rangkulan tangannya di leher Ben. Dan
untuk pertama kalinya Ben melihat Rere tersenyum padanya. Senyum yang
sangat menyejukkan perasaannya dan mengairahkan cintanya. Lalu
dirasakannya Rere memeluk pinggangnya dan berkata sambil memberikan
senyum yang paling menawan yang pernah dilihat Ben.
“Well, aku kan gak bisa selamanya nolak terus…“ kata Rere “Aku juga
kadang-kadang suka… Toh aku sekarang gak bisa kemana-mana lagi… ya kan…?
daripada sakit, mendingan aku nikmatin…“ jelas Rere lancar. Tidak ada
nada ragu dalam setiap kalimatnya. Hal ini membuat Ben merasakan bahwa
Rere sudah benar-benar jatuh dalam pelukannya.
Tanpa di duga, Ben merasakan Rere memegang kedua tangannya. Masih
dengan senyum manisnya, Rere meremas tangannya dan lagi-lagi di luar
dugaan Ben, dia merasakan jari-jari lembut gadis di depannya itu
sekarang menuntun kedua tangannya ke arah dadanya yang masih terbungkus
lingerie hitam dan diletakan tepat di kedua payudaranya.
“Aku tau kamu suka banget sama mereka…“ Rere berbisik erotis dan
mengedip nakal kepada Ben “Sekarang mereka punya kamu… tapi, don’t be
rough… You must treat them real nice… Like how they’re supposed to be
treated… no hush no rush… smooth and thoughtful…” Ben tidak mempercayai
pendengarannya sendiri. Tetapi sekarang dia lebih santai meremas kedua
benda itu dengan lambut. Dilihatnya Rere memejamkan mata menikmati
setiap sentuhannya saat remasan pertama diberikan. Ben menyukai
permainan sekarang. ‘Dua arah’ seperti yang selalu diinginkannya.
Cumbuan pun terus berlanjut Rere mendesah-desah membuat Ben sungguh
terangsang.
Sementara Ben terus mengeluarkan jurus ’lembut’nya, dengan halus Rere
memeluk Ben dan mencium bibirnya, melepaskan rasa jijik dalam
pikirannya. Kedua tangannya sekarang bergerak nakal di seluruh tubuh
Ben. Tetapi ada rencana Rere yang lain dibalik permainan erotis ini.
Merasa Ben sudah terlena dan sudah waktunya, dengan mantap Rere
menyelipkan tangannya memasuki kantong celana Ben yang sekarang terletak
sembarang di atas tempat tidur di mana mereka bergumul. Rere merasakan
benda logam di dalam celana itu. Benda logam panjang pipih dengan
keyring bulat. Dengan berbinar-binar, sambil berciuman Rere mencoba
menarik dengan hati-hati benda logam yang sekarang ada di genggamannya.
Tetapi sebelum keluar dari kantong celana itu, Rere merasakan
pergelangan tangannya dicengkeram kuat oleh tangan Ben. Rere juga
merasakan ciuman Ben sekarang berhenti. Sedetik kemudian Ben menarik
tangannya keluar dari kantong celananya dan melihat kuncinya sendiri
sekarang berada dalam genggaman Rere. Sekejap saja senyum di bibir Ben
sirna bergantikan raut murka di wajahnya. Entah untuk yang keberapa
kali, lagi-lagi Rere merasakan tamparan keras di pipinya. Jatuh
tersungkur di kasur yang empuk dan masih merasakan perih di pipinya,
tanpa peringatan dirasakannya Ben menjambak rambutnya dengan kasar dan
menariknya bangun.
“Ternyata lo licik juga!!“ desis Ben murka, dengan kasar dia merampas
kunci itu dari tangan Rere “Jangan pernah lo berharap bisa keluar dari
sini!!“ Ben menghempaskan tubuh Rere ke tempat tidur. Wajahnya merah
menahan amarah dan nafsu yang tertunda.
“Lo gak bisa ngurung gue selamanya di sini…“ rintih Rere berusaha
berkomunikasi. “Gue bukan barang… Gue harus keluar… gue udah lama gak
kena matahari…gue udah bolos sekolah 3 hari, gak ada kabar… mereka akan
pikir gue mati atau apa… orangtua gue.. sodara gue… Apa lo pikir lo gak
terlalu egois?!” protes Rere memelas. “Lo udah ngedapetin semuanya… gue
gak akan lapor polisi… please……biarin gue hidup tenang… gue bakal
ngelupain semuanya…. Please…lepasin gue”
“Bagus!” ketus Ben, “Bagus kalo mereka pikir lo mati! Jadi gak ada yang
cari-cari lagi!” raung Ben masih dengan tatapan murka. “Dan lo salah… lo
itu udah jadi hak milik gue!” Rere ketakutan mendengar Ben memberi
tekanan pada kata ‘hak milik’ menunjukkan kalau dia sudah berkuasa atas
dirinya. “Dengar! Gue bisa ngelakuin apa aja yang gue mau! Apa lo pikir
gue peduli ama komentar orang-orang!! Dan jangan bahas soal matahari!
such a lame excuse!!” sambil membentak, Ben mulai mengenakan pakaiannya
satu per satu. Dia merasa terhina ditipu seperti itu. Angan-angannya
untuk bermain ‘dua arah’ hilang sudah. “Dan gue gak takut polisi!!, jadi
simpen aja semua cara-cara lo buat keluar dari sini!! Lo tau sendiri
gue bisa lebih kejam dari yang tadi!! Gue bisa nekat lebih dari yang
bisa lo bayangin!! Jangan bikin gue ngelupain semua akal sehat gue!!
Paham lo!!”
“Ben, lo gak bisa ngancurin masa depan gue Ben..” Rere masih berusaha
menyakinkan Ben. Berharap dia bisa mengerti. “Biarin gue selesain
sekolah gue dulu Ben…” “Kalo satu hari lo dah bosen ma gue, dan lo
pengen ngebuang gue… Gue gak bakal bisa hidup tanpa pendidikan…” Rere
berusaha menjelaskan. Tetapi rupanya Ben sudah siap-siap untuk
meninggalkan kamar menuju ke pintu. Rere menyadarinya dan segera saja
dia bangkit dari tempat tidurnya, berlari membuang tubuhnya di kaki Ben.
“Please Ben… lepasin gue… Lo masih bisa ngedapetin orang yang lebih
cantik dari gue… lebih seksi… pasti banyak Ben… Please…”Seru Rere
memelas memeluk kaki Ben sambil menatap lantai karpet. Sekali lagi Ben
tidak bergeming. Dia berkutat melepaskan kakinya dari pelukan Rere,
membuka pintu dan keluar meninggalkan Rere yang masih bersimpuh di
lantai karpet. Lagi-lagi Rere mendengar pintu dikunci dari luar. Dia
sekarang sudah kehilangan akal. Rencananya yang dia pikir akan berhasil
ternyata dimentahkan dengan mudah oleh Ben. Seperti tidak ada harapan
lagi Rere akhirnya mengangkat tubuhnya berjalan menuju kamar mandi.
Mungkin membenamkan tubuhnya di air hangat akan melunturkan masalahnya
sedikit demi sedikit.
Rasanya air yang tadi begitu hangat menentramkan sekarang dingin
seperti jarum-jarum kecil yang menusuk setiap inci kulit tubuhnya. Rere
terbangun menggigil dari bathup, dia mengeringkan tubuhnya, mengenakan
bathrobe dan keluar dari kamar mandi.
Dilihatnya Ben sudah duduk di sofa samping tempat tidur. Ekspresi
kecewa sebelum dia meninggalkan kamar sekarang sudah sedikit berkurang.
Dengan takut-takut Rere berjalan ke arah lemari pakaian. Dia mengambil
pakaian dalam yang segera dikenakan. Selama tinggal di dalam sekapan,
Rere mendapat begitu banyak pakaian dari Ben. Hampir setiap kali Ben
keluar kamar pergi entah kemana, dia selalu membawa pakaian baru untuk
dikenakan Rere. Niatnya untuk mengurung Rere lebih lama ternyata memang
sungguh-sungguh ditunjukkannya. Masih dalam diam, Rere mengambil salah
satu baju dan celana pendek dan baru saja selesai dikenakan ketika
dengan tiba-tiba Ben berbicara padanya.
“Duduk Re…” suara Ben hampir tanpa nada. Rere takut dengan suara itu.
Seperti tidak bisa ditebak apa yang akan terjadi. Dia lebih suka Ben
berteriak atau marah-marah daripada tanpa ekspresi. Rere pun dengan
perlahan duduk di sofa di dekat Ben. Dia melihat ada bungkusan plastik
di tangan Ben yang Rere nilai dari bentuknya, isinya pasti berbentuk
segi empat pipih. Prediksi Rere ternyata betul. Ben segera mengeluarkan
isi dari bungkusan plastik itu. Langsung saja dalam genggaman Ben,
sebuah CD silver ditunjukkan kepadanya. Rere tidak melihat ada semacam
tulisan atau gambar pada CD itu.
“d’u wanna see this…?” tanya Ben pelan. Tanpa menunggu jawaban, Ben
beranjak ke depan dan menyalakan TV yang berada tepat di hadapan mereka.
Dia mengambil remote control dan mengarahkan ke arah DVD player yang
berada di bawah TV. DVD player terbuka dan Ben langsung memasukkan CD
itu ke dalamnya. Rere terdiam. Melihat ke layar TV, menunggu dengan
perasaan tidak wajar dalam dirinya. Hatinya bertanya-tanya, apa yang
sebenarnya ingin ditunjukkan oleh Ben.
Screen TV sekarang berubah menjadi biru. Perlahan tapi pasti, gambar
di TV menayangkan sesuatu dengan gerakan kasar. Seperti terekam oleh
handycam yang di ambil oleh orang yang sangat amatir. Tayangan itu
menunjukkan sebuah ruangan yang lumayan terang menurut Rere. Hatinya
berdebar-debar karena dia tahu ruangan apa itu. Seperti disambar petir,
Rere tidak mengira hal ini akan terjadi. Ruangan itu adalah ruangan BP
sekolahnya tempat di mana dia pernah diperkosa beramai-ramai oleh Ben
dan teman-temannya. Dan benar saja. Sekarang TV sedang menayangkan
dirinya yang tertidur –karena pingsan– dengan tubuh terlanjang. Tayangan
amatir ini sekarang secara perlahan meng-close up tubuh Rere yang
bugil. Rere tidak tega untuk melihatnya. Dia sungguh marah pada Ben.
Spontan matanya memanas dan airmatanya tidak bisa dibendungnya lagi.
Jatuh menetes di kedua pipinya yang mulus. Adegan di TV masih terus
berlangsung, layar bergerak-gerak perlahan mendetailkan setiap lekuk
tubuh Rere. Sekarang Rere bisa melihat selangkangannya sendiri. Ada
tangan seseorang membuka kedua pahanya dan mengambil gambar yang tentu
saja membuat mata Ben nanar bernafsu. Wajah Rere memerah malu kepada
dirinya sendiri. Melihat tayangan di TV membuat hatinya menangis, sakit
hati dan menyesali nasibnya sendiri. Setelah puas meng-close up bagian
sensitif Rere, kamera sekarang bergerak ke atas. Tidak ada sosok figur
lain kecuali buah dada Rere yang meski basah oleh keringat, tetapi
terlihat putih mengkilap yang pasti membuat batang kejantanan siapapun
akan menggeliat bangun.
Kemudian, kamera menjelajahi seluruh permukaan kulit Rere yang
berkeringat merangsang. Walaupun matanya terpejam, di dalam kamera Rere
terlihat sangat cantik dan menawan. Tidak ada suara-suara orang
berbicara dalam rekaman ini. Tetapi Rere mendengar bunyi sesuatu yang
berat sedang ditarik –atau diseret– dan bunyi langkah-langkah kaki.
Semenit kemudian, dengan sangat terkejut, Rere melihat sosok Albie yang
juga tertidur sekarang tergeletak disebelahnya. Scene sekarang
terputus-putus. Tetapi setiap scene menunjukan pergumulan yang tidak
wajar antara Albie dan Rere. Scene berubah lagi. Tampak Albie sekarang
tertidur terlentang dengan kepala Rere merebah di dadanya, tangan Albie
memeluk pundak Rere, masih dengan terpejam tampak Rere menggenggam
kemaluan Albie yang tertidur, selama semenit kamera memutari Rere dan
Albie dalam posisi itu.
Scene berganti lagi, kali ini Albie tertidur miring menghadap Rere
yang terlentang. Wajah Rere dihadapkan ke Albie yang juga menghadap ke
dirinya. Ketika kamera menjauh, Rere melihat tangan Albie tepat di buah
dadanya, seolah meremasnya, tetapi Rere tahu dengan keadaan pingsan
seperti itu Albie tidak mungkin meremas. Tangan itu terlihat seperti
hanya tergeletak lemas tak berdaya di atas buah dadanya. Scene berganti
lagi, posisi Rere di atas Albie. Scene berganti lagi, kepala Rere tepat
berada di selangkangan Albie. Dan setiap pergantian scene berikutnya
membuat hati Rere hancur, seperti tersayat. Sakit, marah dan sedih
dengan perlakuan keempat kawanan itu. Dia akhirnya sadar kenapa dia
terbangun tepat di sebelah Albie ketika dia tersadar dari pingsannya
setelah kejadian pemerkosaan itu.
“Apa maksudmu…” Rere bertanya protes. Tetapi Ben men ‘ssshh’nya diam.
Menyuruhnya untuk tetap melihat ke arah TV. Rere tidak tega untuk
menontonnya. Tetapi tiba-tiba, terkejut bukan kepalang, adegan sekarang
menunjukkan pusaran hitam melingkar yang berputar-putar semakin lama
semakin menjauh dan menghilang menghadirkan gambar lain dalam TV. Adegan
yang ini rasanya benar-benar menghancurkan seluruh masa depannya. Rere
melihat adegan percintaannya dengan sadar bersama Albie di dalam mobil.
Dia mendengar dirinya yang di dalam TV meracau, mengerang dan mendesah
hebat. “ Bie… masukin Bie… Aku udah gak tahan…“. spontan muka Rere
memerah mendengar dan mengingat kata-katanya sendiri ketika bercinta
dengan albie waktu itu.
“UDAH!!!! CUKUP!!!“ Raung Rere tiba-tiba. Dia mendadak bangun dari
sofanya, menatap Ben tidak pecaya. “Apa maksud lo sebenernya??!” Rere
menuntut Ben yang masih dengan santai duduk disebelahnya, terus menatap
TV tanpa ekspresi . “Kenapa lo bisa setega itu??” seakan Rere berbicara
dengan patung. “Apa sih yang lo pengenin dari gue sebenarnya??” Rere
merampas pengendali jarak jauh dari tangan Ben. Tanpa reaksi Ben
beranjak ke sudut ruangan dimana tempat dia meletakan bungkus rokoknya.
Menarik sebatang dari dalam bungkusnya dan menyulutkan api sebelum dia
menghisap dalam-dalam.
“Sekarang lo tau siapa gue… gue dah pernah bilang kalo lo belum tau
apa-apa tentang gue…“ Ben melanjutkan, “Gue gak akan ngebiarin mangsa
gue lolos dengan mudah Re…“ Rere mendengar sambil menatap Ben tidak
percaya, dia melihat bibir Ben menipis mendesis menakutkan, “Kalo lo
pikir gue gak mikirin masa depan lo… lo salah!! Gue udah nentuin masa
depan lo, yaitu ama gue…” Rere tidak mempercayai kata-kata yang
didengarnya sendiri. “Gue cinta sama lo Re…. Gue gak nganggap lo barang
ato apa… tapi gue emang dah nganggap lo milik gue…” sekarang nada dalam
kata-kata Ben berubah hangat dan misterius.
“Kalo lo mau gue ngelepasin lo…“ lanjut Ben, “OK! Lo boleh mulai
besok sekolah seperti biasa…tapi, lo akan setiap hari pulang ke tempat
di mana gue tinggal… Lo engga akan memberitahu siapa-siapa mengenai ini…
Lo bakal matuhin semua perintah gue… Lo bakal ngejauhin Albie di
sekolah! Lo akan mutusin dia dan lo gak akan bergaul lagi sama dia…”
Rere tahu, ketika Ben bilang ‘OK’ dia tidak akan membuat semuanya mudah
untuk Rere.
“Engga, engga bisa,” kata Rere, dia menggeleng kepalanya tidak percaya dengan pernyataan Ben. “Sama aja lo ngurung gu…”
“Ato video ini gue sebar… “Ben memotong Rere dengan santai. Dan rupanya
ancamannya cukup membuat Rere shock. Dilema menggeluti pikirannya. Dia
sudah menduga tidak akan lepas dengan mudah dari Ben. “Kalo sekali aja
lo coba kabur dari gue… gue gak akan mikir dua kali buat ngancurin hidup
lo!! Lo tinggal milih, internet or VCD, DVD porno?!” Seakan ditampar
oleh tangan yang tak terlihat, Rere merasa pernyataan Ben tentang
hidupnya membuatnya tidak ada harapan lagi untuk bisa terlepas dari
masalah ini.
“Dengar!” Ben melanjutkan, “Gue bukannya lagi bikin penawaran buat lo,
tapi perintah!! Kalo lo masih ngelawan kaya tadi… sumpah, gue gak bakal
ngampunin lo lagi! Ngerti?!”
“Kenapa?” Rere berkata lebih kepada dirinya sendiri.
“Sorry?”
“Kenapa gue?!” Rere melanjutkan tanpa menatap lawan bicaranya, “Apa
salah gue sama lo?? Selalu, gue nanya ke diri gue sendiri, kenapa gue
yang lo pilih buat ngelakuin semua keanehan lo?!” Rere tidak menatap
Ben, melainkan menatap kedua lututnya yang sekarang bergetar. “Selalu,
gue nanya sama diri gue sendiri… apa lo masih punya hati… apa lo masih
punya perasaan?” masih menunduk Rere merasa matanya memanas dan
menghasilkan segumpal air yang sudah siap untuk jatuh di kedua pipinya.
“Kenapa lo gak mikirin perasaan gue sama sek…” tetapi kalimat Rere tidak
pernah selesai, tiba-tiba Ben mencekik lehernya dengan kuat. Rere
terkejut bukan main.
“Jangan pernah lo sekali-sekali nyeramahin gue!!” desis Ben, serasa
Rere belum pernah melihat bibir Ben yang setipis itu. “Gue bilang semua
yang gue pengenin selalu gue dapetin…” masih dengan mencekik “Sekarang,
lo tinggal bilang ok, ato lo gue kurung selamanya di sini? Jawab…”
tetapi Rere tidak menjawab. Dia seakan tidak peduli cekikan Ben semakin
kuat di lehernya. Dia juga seakan tidak peduli, tidak ada udara yang
mengisi paru-parunya sekarang. Dia masih tidak peduli perubahan
kemerahan pada warna kulit di wajahnya. Rere tetap terdiam.
“JAWAB!!” bentak Ben menuntut, tetapi Rere tetap bisu. Seolah dia pasrah
dengan apa yang akan dihadapinya. Ben dapat melihat wajah Rere yang
mulai kebiruan di balik cekikan tangannya. Seakan baru menemukan
otaknya, Ben mengenali aksi diam Rere. Segera saja dia melepaskan
cekikannya. Kaget, sekaligus takut dengan apa yang baru saja
dilakukannya. Hampir saja dia melakukan sesuatu yang sangat fatal.
Rere pun terjatuh dan terbatuk-batuk mengelus-ngelus lehernya
sendiri. Sungguh 5 menit yang menyakitkan buatnya. Sementara Ben
terlihat seperti terpukul dan shock saking kagetnya. Tetapi kemudian Ben
bisa menguasai dirinya sendiri.
“ee.. k..kalo kamu diam.. berarti kamu setuju… iya, iya…kamu setuju..”
suara Ben terbata-bata berbicara lebih kepada dirinya sendiri. “Oke kalo
begitu… em… kamu boleh sekolah lagi… besok… ato kapan aja…” masih
dengan terbata-bata, kini Ben mulai menemukan kesombongan hatinya
kembali. “Tapi, peraturan aku tetap harus dipatuhi… Baik, kalo kamu udah
ngerti… aku keluar dulu… em… cari udara seger…”
Ben pun keluar dengan tak lupa mengunci pintu dibelakangnya.
Sementara Rere seperti tidak memerdulikannya lagi. Hatinya sekarang
hampa. Semenjak melihat video itu, dia merasa masa depannya sudah tidak
cerah lagi. Seperti Ben benar-benar sudah memegang ‘kartu’nya. Rere
tidak bisa berkutik lagi. Apakah dia harus pasrah? Tetapi Rere merasa
tidak mau pasrah. Melawan? Apakah Ben benar-benar akan menyebarluaskan
video itu? Rasanya dia ingin mati saja. Cekikan tadi rasanya seperti
suatu titik terang meninggalkan masalahnya menuju dunia lain. Cekikan
tadi sepertinya obat dan solusi untuk masalah berat yang ditanggungnya
sekarang. Cekikan tadi, memang tidak diharapkan Rere, tetapi dia tidak
akan menolak lagi melihat masa depannya yang sudah semakin buram di
balik jeruji emas ciptaan Ben. “Albie…” rintih Rere, mata indahnya
menerawang kosong menyesali perasaannya sendiri. Kenapa, bahkan sebelum
ini dia pernah tidak memikirkan apapun tentang laki-laki. Dan seolah
semuanya jelas pangkal permasalahan yang didapatnya sekarang berawal
dari perasaannya terhadap seseorang.
***
Entah sudah berapa lama Rere berdiskusi dengan dirinya sendiri sampai
akhirnya dia tertidur dengan membiarkan air matanya mengering sendiri
di pelipis kirinya. Seakan tidurnya menjadi nyenyak. Mungkin karena
kelelahan sampai dia benar-benar terlelap. Tetapi sesuatu mengganggu
tidurnya. Tawa manja seorang wanita, tidak! Beberapa wanita, mungkin 2
atau 3 wanita. Rere melawan rasa kantuk dalam dirinya dan membuka paksa
matanya.
Segala sesuatu sudah redup dan remang di dalam kamar. Rere mencoba
membelalakkan matanya, mencoba mempercayai penglihatannya. “Apa ini….”
katanya pelan ketika 2 orang gadis manis sekarang berada di atas ranjang
di sebelahnya. Mereka bermain-main dengan tubuh mereka yang terlanjang
satu sama lainnya, seolah menikmati dan saling mengagumi masing-masing
detail dari bentuk tubuh mereka. Tampaknya kedua gadis itu tidak
memperhatikan dan menyadari bahwa Rere sudah terbangun. Mereka tetap
dengan nafsu saling memeluk, mencium dan menggigit-gigit kecil
merangsang pasangannya. Rere melihat kedua gadis itu benar-benar
menikmati permainan mereka, tubuh bugil mereka seakan kebal dengan
dinginnya AC yang meniupi ruangan tersebut. Rere merasa –meskipun dia
wanita– dia menganggap mereka semua cantik. Walaupun dalam gelap, Rere
bisa melihat bahwa mereka semua sangat mempesona dengan kulit putih dan
bersih yang terawat. Diperhatikannya seseorang dari mereka yang berambut
ombak sebahu, berwajah oval dengan mata indahnya yang bulat kecil,
bibirnya yang ranum terbelah sekarang sedang menciumi puting lawan
wanitanya, menelusuri setiap inci kulit buah dadanya dengan lidahnya.
Sementara menurut Rere, gadis yang dirangsang juga tidak kalah
menariknya, dia sungguh manis dengan postur tubuh langsing tetapi
berbuah dada besar yang Rere tafsir berukuran 36A, hidung mancung dengan
rambut panjangnya yang lurus hitam yang memejamkan matanya menikmati
rangsangan dari si rambut ombak sambil terus memegangi dan membenamkan
kepala seseorang di kemaluannya. Rere bisa mendengar tawa manja gadis
itu sekarang diiringi erangan yang sangat nikmat.
Rere sungguh tidak mempercayai penglihatannya sendiri. Dia berpikir
bagaimana mereka bisa menikmati semua itu dan tidak menghiraukan dan
menyadari bahwa orang lain juga sedang berada di ruangan yang sama.
Spontan Rere mengangkat tubuhnya sendiri, berusaha menghindar dan
berharap tidak mengganggu permainan mereka. Mungkin belum terlambat
untuk membuat dirinya tidak terlihat oleh mereka dan dia bisa diam di
salah satu sudut ruangan. Tetapi entah kenapa perhatiannya tidak lepas
dari kedua wanita yang sekarang sedang bermain cinta di atas tempat
tidurnya. “siapa mereka..“ katanya dalam hati. Dan tiba-tiba, matanya
terfokus ke seseorang yang sedang membenamkan wajahnya di kemaluan si
rambut lurus.
Tidak salah lagi. Itu Ben yang mengoral si rambut lurus. Meskipun
ruangan remang, Rere bisa mengenali profil siluet tubuh laki-laki yang
hampir 3 hari ini selalu bersamanya setiap hari. Saat itu juga, Rere tau
dia seharusnya tidak berada di ruangan ini. Dia tidak mau hal yang
tidak diinginkan terjadi. “Shit!!..“ katanya dalam hati. Kenapa tadi dia
harus bangun, kenapa dia tadi tidak pura-pura tidur saja dan pura-pura
tidak merasakan dan mendengar rintihan-rintihan dan tawa manja dari
kedua gadis tersebut.
Dengan sangat hati-hati Rere mengendap ke belakang. Mungkin Ben tidak
akan menyadari kalau dirinya bangun dan berharap Ben akan
menghiraukannya.
“Hallo say… dah bangun ya…“ rencana Rere tidak berhasil. Ben sudah
mengetahui Rere sudah terjaga dari tidurnya. Sedetik kemudian Ben sudah
berada di hadapannya.
“Eeeng…“ kata Rere kaku.
“Aku tadi jalan-jalan say… cari angin… “ Rere benci nada suara Ben. Nada
itu sama seperti nada bicaranya ketika kali pertama bertemu Ben.
“Trus aku kenalan sama mereka…“ lanjut Ben sambil mengerling genit
tersenyum kepada kedua gadis yang masih saja tetap berbugil ria di
ranjang, menanti Ben sambil merangsang diri mereka masing-masing. Seolah
mereka tidak sabar menunggu jeda yang sangat mengganggu aktivitas
seksual mereka tadi.
“Aku ngobrol… trus curhat sama mereka kalo aku lagi berantem sama kamu…“
masih lanjut Ben sambil memainkan telunjuknya di lengan Rere yang
sekarang merasa risih sekali. Rere menangkap tidak ada rasa menyesal
sama sekali yang ditunjukkan Ben, dia masih tetap tersenyum. Senyum
sinis yang dingin yang sudah dikenal Rere. Lalu tiba-tiba, gadis si
rambut lurus datang menghampiri Ben, dengan manja dan erotis memeluk
Ben, meletakan lidahnya disepanjang leher Ben sambil memainkan mata
nakalnya ke arah Rere.
“Mereka bilang bisa bantu aku… bisa ngehibur aku…“
“Ok… kalo gitu…“ potong Rere, “Gue gak akan ganggu…“ Rere menunduk
siap-siap untuk pergi. Tetapi ketika dia akan berjalan ke sudut ruangan,
Rere merasakan tangan Ben sudah memegang pergelangan tangannya.
Menariknya kepelukan Ben dan memeluknya dengan mesra. Gadis si rambut
lurus menatap Rere dari belakang bahu Ben dengan penuh makna. Rere tidak
bisa mnegenali tatapan itu, marahkah atau haus penuh nafsu. Tetapi si
rambut lurus tersenyum penuh arti kepadanya. Rere berusaha menghindari
pelukan Ben yang meskipun terlihat mesra bergairah, rangkulan Ben di
sekitar pinggangnya sangat erat
“Ini bukan buat aku aja kok say… buat kamu juga… biar kamu tahu gimana
caranya jadi erotis. Gak kaya akting kamu yang tadi…payah banget deh…“
Dengan mesra Ben menatap Rere dan mengecup lembut bibirnya. Kedua bibir
mereka menyatu tanpa bisa dielak Rere. Basah dan sensasional yang pernah
Rere rasakan ketika bibirnya menyentuh dan disedot oleh bibir Ben.
Entah memang karena kedua gadis bugil itu yang membuat suasana
menjadi panas atau memang hal lain, Rere merasakan kecupan Ben kali ini
benar-benar penuh nafsu. Dia tidak bisa mengenali siapa yang lebih
menikmati kehadiran dua gadis panas tersebut. Ben atau dirinya. Tetapi
ciuman Ben di bibirnya benar-benar membuatnya ingin dan ingin terus
menikmati bibir Ben yang sekarang terlihat sangat sexy membuat nafsu
Rere bangkit tak sengaja. Rere berusaha keras menolak perasaannya
sendiri. Tetapi entah kenapa ciuman itu betul-betul membuatnya
melayang-layang.
Sekarang, segala sesuatunya membuat Rere terbang. Ciuman Ben yang
maut membuat semua penolakan atas pelukan Ben menjadi kendur. Rere
merasakan dirinya sekarang pasrah dalam pelukan Ben. Dan yang membuatnya
tak habis pikir, dia ’membalas’ kecupan dan permainan lidah Ben di
dalam mulutnya.
Sementara Ben sendiri sekarang merasa bahwa ruangan itu menjadi
sangat indah. Dia melihat Rere sepertinya sudah terlena. Dengan senyum
kemenangan Ben mencumbui Rere. Bahkan dilihatnya gadis itu memejamkan
kedua matanya dan membalas pelukannya. “Mimpi apa gue semalam“ katanya
dalam hati. Bahkan Ben merasakan Rere terus memejamkan matanya dan terus
menciumi bibirnya ketika dia tidak lagi menggerakkan bibirnya di bibir
Rere.
“Re…“ kata Ben pelan-pelan mencoba menyadarkan Rere. “Kenalin dulu
temen aku nih say…“ masih dengan nada pelan, Ben menambahkan kesan
lembut di setiap kata-katanya.
Dilihatnya Rere mulai menghentikan ciumannya dan membuka matanya.
Selama sepersekian detik tampaknya Ben menyadari bahwa Rere sudah
setengah sadar dan menyadari tindakannya tadi. Bahkan dalam ruangan
gelap, Ben bisa melihat semburat merah merona di pipi Rere. Akhirnya Ben
beranjak ke sudut ruangan, menekan tombol listrik di sana dan
menerangkan seluruh ruangan.
“Ini Tania… “ ketika kembali ke posisi semula, Ben memperkenalkan
gadis si rambut lurus di belakangnya yang masih saja menjadi penonton
setia sambil memeluk lagi dan menciumi Ben dari belakang. “Yang di sana
namanya Niken…“ katanya kemudian sambil menunjuk ke arah gadis berambut
ombak. Rere pun spontan menoleh ke arah gadis yang dimaksud. Niken,
begitu kata Ben yang ternyata sedari tadi merangsang dirinya sendiri
dengan meremasi buah dadanya yang berukuran luar biasa. Gadis yang
bernama Niken pun dengan tidak menghentikan aktivitasnya, melambai ke
arah Ben dan tersenyum menatap Rere.
Rere tidak tahu harus berbuat apa. Ini kali pertamanya dia dalam
posisi yang ganjil seperti ini. Sementara nafsunya yang tadi tertunda
sempat membuatnya malu dan senewen. Dia juga tidak berani menatap Ben,
akhirnya Rere hanya menundukkan kepalanya saja seakan jari-jari kakinya
sekarang menjadi sangat menarik untuk diperhatikan.
Entah berapa lama keadaan kaku tersebut berlangsung, sampai akhirnya
Rere melihat Tania sekarang menjatuhkan dirinya di kaki Rere, menatap
Rere dari bawah sana dengan mesra dan nafsu, menjilati kedua betis Rere.
Rere merasa saat itu sangat risih sekali untuknya. Tetapi dia tidak
berani untuk menarik kakinya. Dia tidak tahu apa yang akan terjadi
seandainya dia menghindar. Jilatan-jilatan tania di kedua betisnya
sungguh sangat erotis. Sekarang jilatan-jilatan itu merambah ke atas ke
kedua paha Rere. Rere merasakan kedua buah dada Tania sekarang
digesek-gesekan di kakinya. Sungguh sensasi yang aneh menurut Rere.
Sementara Rere tidak tahu harus berbuat apa, Ben dengan lembut mulai
kembali mencium bibirnya. Rere mengerti kalau Ben berusaha mencairkan
suasana. Bingung dengan suasana hatinya sendiri atau memang sudah
waktunya, Rere kembali membalas ciuman Ben. Mereka berpagut sungguh
mesra. Ben pun mulai membuka pakaian Rere satu persatu. Sampai akhirnya
Rere sekarang sudah telanjang, memperlihatkan buah dadanya yang sangat
ranum dan kemaluannya, sama seperti Tania dan Niken.
Di bawah sana, Tania semakin gencar memberikan serangan di kedua kaki
Rere, dengan berusaha mengerti, Ben merubah posisinya, dia sekarang
memeluk dan meremasi buah dada Rere dari belakang sambil terus menciumi
bibir dan leher Rere memberi kesempatan dan ruang gerak pada Tania
sehingga Tania dengan leluasa menikmati kaki Rere.
Rere saat itu mulai semakin menjauh dari alam sadarnya. Dia terbuai
ke alam di mana Ben sangat memegang peran atas tubuhnya, dan juga gadis
asing di kamar sekapannya. Rere sekarang merasa remasan-remasan Ben di
kedua buah dadanya sekarang sungguh nikmat dan membuat tingkat
rangsangnya menjadi tinggi. Sementara tangan Tania di kakinya sekarang
membuka kedua kakinya membuat bukit kemaluannya membuka menunjukkan
bentuk kemaluan Rere yang sangat dikagumi Ben. Dengan tidak merasa jijik
sama sekali Tania menjilati kemaluan Rere. Menelusuri setiap inci bibir
kemaluannya dan menusukkan lidahnya ke dalam lubang rahimnya. Entah apa
yang dirasakan Tania, tetapi Rere merasa sekarang dia melayang makin
tinggi.
Ben semakin bergairah, dia tidak henti-hentinya memperhatikan reaksi
dan ekspresi wajah Rere ketika dia sudah terangsang berat. Bahkan
didengarnya Rere sudah mendesah pelan. Buat Ben, ini adalah hal baru.
Dia tidak pernah melihat Rere sungguh-sungguh menikmati permainan ini.
Hal ini juga membuat adik kecilnya yang sedari tadi memang sudah
menggeliat bangun, sekarang sudah tegak bangun berdiri berusaha mencari
kesempatan untuk bergabung dengan mereka bertiga. Ben melihat bahwa
sekarang permainan sudah didominasi oleh hawa nafsu yang membuat seluruh
tubuhnya bergetar hebat. Dan juga untuk pertama kalinya, mendengar Rere
sekarang mendesah keras ketika Tania yang sekarang membenamkan
kepalanya di kemaluan Rere menggerakan kepalanya di sana seakan ingin
mengobrak-abrik segala sesuatu di dalamnya. Ben berusaha keras untuk
memegangi Rere, dia tahu, kalu dia sekarang tidak berada di belakang
Rere, pasti Rere akan jatuh ke lantai kehilangan keseimbangan. Ben masih
tetap terus berusaha agar Rere tetap berdiri dan terus menimatinya. Ben
berfikir, dia sudah cukup merasa seperti seseorang yang sangat
beruntung dengan ketiga gadis ini di dalam kamarnya. Ben pun kembali
merangsang Rere dengan menciumi leher dan bibir Rere sambil meremasi
kedua buah dada Rere.
Tetapi tiba-tiba, Ben merasa seseorang merebut bibir Rere dari
pagutannya. Ingin marah rasanya ketika dia sedang menikmati bibir gadis
dalam pelukannya. Tetapi ketika dilihatnya bahwa Niken yang melakukannya
dan melihat Niken yang sekarang mulai ikut bergabung dan mengambil
bagian dalam kegiatan ini mulai mencium bibir Rere, Ben mengurungkan
niat marahnya. Dia semakin bergairah melihat ciuman panas antara Rere
dan Niken. Sungguh bukan pemandangan yang biasa buat Ben. Akhirnya Ben
hanya bisa puas –dan memang puas– menikmati segala sesuatu yang ada di
depannya.
Sementara Rere sendiri, merasa agak terkejut ketika Niken dengan
rakus melahap bibirnya. Dia sebenarnya juga menikmati pergelutannya
dengan Ben. Tetapi entah apa yang telah merasukinya, dia merasa semua
permainan ini sangat dinikmatinya. Kewalahan menghadapi Niken dan Tania,
Rere berusaha untuk tidak hanya menerima. Dia mencoba untuk tetap
berkonsentrasi terhadap Ben yang masih saja menciumi belakangnya
sementara di bawah sana, Tania seolah tidak puas-puasnya dengan bukit
kemaluan Rere, sekarang perasaan Rere sungguh tak karuan ketika Tania
memasukkan kedua jari telunjuk dan tengahnya ke dalam lubang rahimnya
dan mengocoknya di sana. Dia pun tidak menolak ketika Niken meraba dan
meremas buah dada menggeser tangan Ben. Rere juga tidak memperdulikan
perasaan Ben ketika tangan dan bibirnya digusur oleh Niken dari depan,
tetapi dia sadar ketika batang kemaluan Ben yang sedari tadi meraba-raba
bongkahan pantatnya sekarang mencoba merayap masuk kecelah-celah lubang
duburnya.
Rere tahu bahwa Ben mencoba untuk menganalnya. Hatinya sekarang
sedang dilanda dilema. Dia tidak mau di anal oleh Ben, tetapi dia juga
tidak mau menghentikan kenikmatan surga dunia ini. Selagi berpikir
ternyata tubuh Rere bergerak refleks memberikan keleluasaan kepada
kemaluan Ben untuk memasuki lubang belakangnya. Dalam beberapa saat Ben
sudah berpenetrasi ke dalam lubang duburnya. Mendiaminya sebentar dan
menariknya maju mundur di dalam lubang belakang Rere.
“Ach… sshh… Ben… mmmhhfff… hakit… aacchhh…Ben…“ Rere meracau keras. Dia
juga tidak mengerti kenapa dia bisa menikmati semua, yang pasti Rere
merasa, rasa nikmat yang diberikan kedua gadis itu mengalahkan rasa
sakit yang bersarang di lubang belakangnya.
Tania merayap ke atas dan mulai menjilati buah dada Rere tanpa
melepaskan kocokan kedua jarinya di dalam kemaluan Rere. Bahkan ketika
lidah Tania menggelitik putingnya, Rere merasakan sensasi yang sangat
asing dalam dirinya. Malu, geli, risih, nikmat, enak semua menjadi satu.
Juga manakala gesekan-gesekan Ben di dalam lubang duburnya lama
kelamaan berubah menjadi nikmat dan menggetarkan seluruh pikirannya,
akhirnya Rere benar-benar jatuh dalam buaian kenikmatan permainan ini.
Rere merasa bahwa sekarang tanpa pelukan Ben di tubuhnya dia merasa
kosong dan hampa. Rere pun sudah tidak lagi menahan kuasa untuk memeluk
Ben dan melingkarkan kedua tangannya di pinggang Ben yang masih di
belakangnya. Hal ini semakin membuat posisi Rere menguntungkan Tania
karena dengan demikian buah dada Rere semakin membusung ke depan membuat
Tania lebih lahap mencumbuinya. Dan juga membuat Ben semakin
bersemangat memompa tubuh Rere karena permainan “dua arah“ sedang
berlangsung di hadapannya. Geliat monster lain sekarang bangkit di dalam
perut Ben. Monster yang sudah lama ingin bangkit, akhirnya setelah
sekian lama bangkit dan merasakan permainan cinta antara tuannya dengan
wanita yang disukai tuannya.
“ya… Re… kamu hebat banget sekarang…say…kamu nikmatin aja ya… uggh…
ssshhh… tutup aja mata kamu… nikmatin semuanya… ya… sshhh… mmmffhh…“
demikian yang keluar dari mulut Ben sebelum tiba-tiba Tania mencium Ben
dari depan. Ben pun langsung merespon Tania dan memainkan lidahnya di
dalam mulut gadis itu. “Sungguh seandainya ini mimpi, gue gak mau
bangun-bangun lagi…“ kata Ben dalam hati.
Sekali lagi Rere merasakan sesuatu yang sungguh di luar
pengetahuannya. Rasa nikmat yang begitu asing, membuat seluruh energinya
berpusat di selangkangannya, menekan perutnya dan memuntahkan cairan
yang mengalir keluar dari sela-sela kemaluannya. Serasa seluruh tenaga
itu ikut terkuras habis seiring mengalirnya cairan itu.
“Say… pacar kamu keluar nih…“ Rere mendengar Tania menghentikan
ciumannya dan berbicara lebih kepada Ben yang tanpa lelah masih
menggenjot dubur Rere dari belakang. Rupanya dia merasakan bahwa
kemaluan yang sedari tadi dikocok-kocoknya sudah mencapai puncaknya.
Sedetik setelah Tania selesai bicara, Rere merasa tangan seseorang
menarik wajahnya ke belakang dan langsung saja bibirnya di lumat dahsyat
oleh Ben. Rere pun tak kuasa menolak ciuman itu.
Sambil berciuman, Ben melepaskan batang kejantanannya dari lubang
dubur Rere. Niken yang mengetahui hal itu segera saja mengoral batang
Ben dengan rakusnya. Rere tidak mengerti, apakah hal itu nikmat
untuknya. Tetapi dia tidak mau berlama-lama menghiraukan itu, Rere
berusaha untuk terus mengumpulkan kesadarannya setelah merasakan rasa
lelah yang teramat sangat saat ’keluar’ tadi. Rere merasa kenikmatan
yang tinggi tadi ingin sekali direngguhnya kembali. Maka Rere dengan
egois merebut Ben dari sisi Niken, memutar badannya dan memeluk Ben dari
depan, mengalungkan lengannya di leher Ben dan merespon panas
lumatan-lumatan Ben di bibirnya, memainkan dan membalas semua perlakuan
lidah Ben di dalam mulutnya. Rere merasa bahwa dia memang sudah hilang
kesadaran sampai-sampai dia merasakan kehilangan yang sangat besar tanpa
batang kemaluan Ben di rongga kewanitaannya.
Nampaknya Ben pun mengerti akan isi hati Rere, dia pun langsung
menuntun, membawa dan merebahkan Rere di ranjang, seolah ini adalah
malam pertamanya dengan Rere, tidak menghiraukan kedua gadis lain yang
ada di ruangan itu.
Sementara Rere merasa Ben sungguh tampan saat itu. Senyum Ben yang
selalu tersungging saat itu sekarang tidak di anggap ’sinis’ olehnya,
bahkan senyum itu seakan sungguh-sungguh melegakan tenggorokannya dari
haus yang berkepanjangannya. Rere pun langsung membuka kedua kakinya
ketika dilihatnya wajah Ben sudah mendekati kemaluannya. Yang langsung
di lahap dan di stimulasi Ben dengan rakus. Rere kembali terbang ke
awang-awang. Bahkan ketika tidak ada dua gadis lain merangsangnya di
sisinya, dia merasa awan yang indah dan sejuk sekarang berada di
dekatnya menyejukan dirinya walaupun peluh keringatnya bercucuran. Ben
masih terus saja menjilati dan menggigit kecil daging kecil di antara
bibir kemaluannya.
“Aacchhh… ssshhh… Ben…!!“racaunya ketika dia merasa Ben menghisap daging
klitnya kuat-kuat. Juga ketika Ben bangkit dan bersiap-siap untuk
berpenetrasi, Rere kembali melebarkan kakinya serasa menanti saat-saat
itu. Dan ketika batang kejantanan Ben sudah ada di dalam tubuhnya, Rere
merasakan rasa lega yang luar biasa. Nikmat yang sungguh dirindukannya.
Apalagi ketika Ben menatap matanya saat dia menggerakkan batangnya di
dalam tubuh Rere, serasa tatapan mata Ben adalah tatapan mata yang
sangat intim yang pernah didapatnya.
Entah perasaan apa yang sedang dialami Rere saat ini, tetapi
lagi-lagi dia merasakan perasaan aneh ketika Niken dan Tania datang
mendekati Ben dan meletakan tubuhnya di masing-masing sisi Ben. Rere
melihat mereka berdua mencumbu Ben yang sedang bercinta dengannya.
Ciuman Niken yang dahsyat sekarang mendarat di bibir Ben sementara Tania
menjilat ganas telinga dan leher Ben di sisi lainnya. Dan perasaan yang
nikmat tadi kembali menghampirinya. Dia yakin bahwa cairan apalah itu
yang ada dalam dirinya sekarang sudah bersiap-siap untuk meletus lagi.
Rere pun menahan nafasnya, berkonsentrasi dengan setiap denyut yang
berkontraksi di dinding-dinding kemaluannya, sungguh hal yang sangat
nikmat luar biasa, Rere pun mengeluarkan cairannya lagi.
Ben mengetahui bahwa Rere sudah orgsame untuk yang kedua kali setelah
jepitan yang amat kuat mengurut batangnya, dia pun juga tidak bisa
membendung spermanya lagi. Spontan Ben melepaskan segala pergelutannya
dengan Tania dan Niken, memeluk erat Rere yang berbaring lemah
dihadapannya, menciumi lehernya dan berkonsentrasi mendengar desahan
panas Rere dalam setiap derik-derik tempat tidur yang bergoyang akibat
dorongan-dorongannya, Ben mendorong dengan sekuat tenaga berusaha
menanamkan batang kejantanannya lebih dalam dan membenamkannya di sana.
Ben pun berejakulasi di dalam rahim Rere.
Peluh keringat mereka bercampur baur. Rere merasa tenaganya terkuras
habis bersamaan dengan masuknya sperma Ben di dalam rahimnya. Dia pun
juga tidak punya kekuatan lagi untuk membalas ciuman Ben yang sekarang
menempel di bibirnya.
“Kamu hebat banget say…“ kata Ben penuh sayang, “Aku mau lanjutin lagi
tapi takut kamu nanti pingsan…“ “Kamu istirahat aja ya… aku bersihin
badan dulu…“ “Nanti aku cari makanan… kamu pasti laper… ya kan?“
“Masalah yang tadi, kita bahas besok aja ya…“ Ben menyudahi kata-katanya
dengan mengecup kening Rere. Sedetik kemudian, Ben beranjak dari tempat
tidur menuju kamar mandi diikuti Niken dan Tania. Rere melihat mereka
bertiga memasuki kamar mandi dengan mesranya.
Bahkan Rere tidak bisa memaksa otaknya untuk berpikir apa yang baru
saja terjadi. Kenapa dia bisa hilang kendali? Obat perangsang? Dia
bahkan tidak minum apa-apa sebelum tidur tadi. Tetapi kenapa? Bagaimana
nikmat seksual yang tadi dirasakannya baru didapatkannya sekarang?
Pikiran itu berkecamuk di dalam otaknya yang buntu. Rere juga kembali
meng-compare permainan cinta antara dirinya dengan Albie atau permainan
cinta yang barusan. Dia tidak bisa memprediksi, apakah dia menginginkan
perasaan nikmat yang seperti tadi lagi atau tidak. “Lapar…“ perutnya
mengingatkannya, “Tapi nanti Ben mau cari makanan…“ katanya membalas
dirinya sendiri mengingat kata-kata Ben sebelum pergi ke kamar mandi.
Kapan dia akan keluar dari kamar mandi? Rere berpikir ketika didengarnya
desahan penuh kenikmatan bergaung dari dalam kamar mandi. Apa yang
sedang mereka lakukan?
Ah, dia terlalu lelah untuk perduli. Mungkin dia akan istirahat
sebentar sebelum Ben membangunkannya nanti untuk makan. Dan besok,
dengan adanya kejadian tadi, mungkin Rere akan bisa melunakkan sedikit
kekerasan hati Ben dan membicarakan kesepakatan untuk kembali ke sekolah
lagi. “I miss school…“ celotehnya, senyum lebar berkembang manakala dia
mengingat bahwa akan ada kesempatan untuk bertemu teman-teman
sekolahnya lagi.
Wow Artikelnya HOT Bagus Bagus... Tetap Lanjut... Saya Lg Blogwolking Klo Kerkenan Kunjungi Web Saya... Min... Terimakasih
BalasHapusPUSAT OBAT PEMBESAR PENIS | DISTRIBUTOR VIMAX CAPSULE
Lebih dari 1 juta konsumen vimax puas...!!
Vimax asli adalah revolusioner solusi masalah lelaki yang telah membantu lebih dari 1 juta lelaki untuk mengatasi masalah seksual mereka,aman tanpa efeksamping berbahan herbal alami dan tingkat keberhasilan mencapai 95%
INFO Obat Obat Herbal
Vimax Canada Asli
Vimax izon Asli
Vimax Pembesar Penis
Vimax Murah
Vimax Izon Asli
Vimax Isi 30 Capsul
Pusat Vimax Pembesar Permanen
Vimax Ampuh
Vimax Aman
Vimax Pembesar Vital
Vimax Original
Vimax Bagus
Vimax Canada Terkenal
Distributor Vimax Canada
Pembesar Penis Cepat
Pembesar kelamin Pria
Pembesar Penis Alami
Pembesar Penis Asli
Pusat Pembesar Peni Cepat
Pembesar Penis Aman
Pusat Pembesar Izon4d
Pusat Pembesar Vimax
Pusat Pembesar Penis
Pusat Obat Kuat Tahan Lama
Obat Mengatasi ejekulasi Dini
Obat Pembesar Penis Paten
Distributor Pembesar Penis
PRODUK PRODUK LAINYA ....
Klik Disini www.kedaiobatimport.com
Khusus Dewasa 18+